Senin, 05 Desember 2011

Perjanjian Bungaya


PERJANJIAN BUNGAYA
Perjanjian Bungaya (sering juga disebut Bongaya atau Bongaja) adalah perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak Hindia Belanda yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman. Walaupun disebut perjanjian perdamaian, isi sebenarnya adalah deklarasi kekalahan Gowa dari VOC (Kompeni) serta pengesahanmonopoli oleh VOC untuk perdagangan sejumlah barang di pelabuhan Makassar (yang dikuasai Gowa).
Isi perjanjian Perjanjian Bungaya I
1)    Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Popo, duta pemerintah di Makassar (Gowa) dan Gubernur-Jendral, serta Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1660, dan antara pemerintahan Makassar dan Jacob Cau sebagai Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember 1660 harus diberlakukan.
2)    Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau di masa lalu melarikan diri dan masih tinggal di sekitar Makassar harus segera dikirim kepada Laksamana (Cornelis Speelman).
3)    Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Kompeni.
4)    Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.
5)    Raja dan bangsawan Makassar harus membayar ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim berikut. 
6)    Seluruh orang Portugis dan Inggris harus diusir dari wilayah Makassar dan tidak boleh lagi diterima tinggal di sini atau melakukan perdagangan. Tidak ada orang Eropa yang boleh masuk atau melakukan perdagangan di Makassar.
7)    Hanya Kompeni yang boleh bebas berdagang di Makassar. Orang "India" atau "Moor" (Muslim India), Jawa, Melayu, Aceh, atau Siam tidak boleh memasarkan kain dan barang-barang dari Tiongkok karena hanya Kompeni yang boleh melakukannya. Semua yang melanggar akan dihukum dan barangnya akan disita oleh Kompeni.
8)     Kompeni harus dibebaskan dari bea dan pajak impor maupun ekspor.
9)    Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh berlayar ke mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten, Jambi, Palembang, Johor, dan Kalimantan, dan harus meminta surat ijin dari Komandan Belanda di sini(Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat ijin akan dianggap musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh. Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke Bima, Solor, Timor, dan lainnya semua wilayah di timur Tanjung Lasso, diutara atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di sekitarnya. Mereka yang melanggar harus menebusnya dengan nyawa dan harta.
10)  Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassar harus dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa'nakkukang, Garassi, Mariso, Boro'boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap berdiri untuk ditempati raja.
11)  Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada Kompeni dalam keadaan baik, bersama dengan desa dan tanah yang menjadi wilayahnya.
12)  Koin Belanda seperti yang digunakan di Batavia harus diberlakukan di Makassar.
13)  Raja dan para bangsawan harus mengirim ke Batavia uang senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan perhitungan 2½ tael atau 40 mas emas Makassar per orang. Setengahnya harus sudah terkirim pada bulan Juni dansisanya paling lambat pada musim berikut.
14)  Raja dan bangsawan Makassar tidak boleh lagi mencampuri urusan Bima dan wilayahnya.
15)  Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus diserahkan kepada Kompeni untuk dihukum.
16) Mereka yang diambil dari Sultan Butung pada penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan. Bagi mereka yang telah mBagi Sultan Ternate, semua orang yang telah diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama denganmeriam dan senapan.
17)  Gowa harus melepaskan seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayar dan Pansiano (Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat lainnya di pantai yang sama, dan negeri-negeri Mandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.
18) Gowa harus menanggalkan seluruh kekuasaannya atas negeri-negeri Bugis dan Luwu. Raja tua Soppeng [La TĂ©nribali] dan seluruh tanah serta rakyatnya harus dibebaskan, begitu pula penguasa Bugis lainnya yang masih ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta wanita dan anak-anak yang masih ditahan penguasa Gowa.
19) Raja layo, Bangkala dan seluruh Turatea serta bajeng dan tanah-tanah mereka harus dilepaskan.
20) Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh Kompeni dan sekutunya, dari Bulo-Bulo hingga Turatea, dan dari Turatea hingga Bungaya, harus tetap menjadi tanah milik Kompeni sebagai hak penaklukan.
21) Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar harus ditinggalkan oleh pemerintah Gowa dan tidak lagi membantu mereka dengan tenaga manusia, senjata dan lainnya.
22) Seluruh laki-laki Bugis dan Turatea yang menikahi perempuan Makassar, dapat terus bersama isteri mereka. Untuk selanjutnya, jika ada orang Makassar yang berharap tinggal dengan orang Bugis atau Turatea, atau sebaliknya, orang Bugis atau Turatea berharap tinggal dengan orang Makassar, boleh melakukannya dengan seizin penguasa atau raja yang berwenang.
23) Pemerintah Gowa harus menutup negerinya bagi semua bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga harus membantu Kompeni melawan musuhnya di dalam dan sekitar Makassar.
24) Persahabatan dan persekutuan harus terjalin antara para raja dan bangsawan Makassar dengan Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan penguasa-penguasa lain yang di masa depan ingin turut dalam persekutuan ini.
25) Dalam setiap sengketa di antara para sekutu, Kapten Belanda (yaitu, presiden atau gubernur Fort Rotterdam) harus diminta untuk menengahi. Jika salah satu pihak tidak mengacuhkan mediasi ini, maka seluruh sekutu akan mengambil tindakan yang setimpal.
26) ketika Perjanjian damai ini ditandatangani, disumpah dan dibubuhi cap, para raja dan bangsawan Makassar harus mengirim 2 penguasa pentingnya bersama laksamana ke Batavia untuk menyerahkan perjanjian ini kepada Gubernur-Jenderal dan dewan Hindia. Jika perjanjian ini disetujui, Gubernur Jenderal dapat menahan 2 pangeran penting ini sebagai sandera selama yang dia inginkan.
27) Lebih jauh tentang pasal 6 Perjanjian Bungaya I, orang Inggris dan seluruh barang-barangnya yang ada di Makassar harus dibawa ke batavia.
28) Lebih jauh tentang pasal 15 Perjanjian Bungaya I , jika Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam sepuluh hari, maka putra dari kedua penguasa harus ditahan.
29) Pemerintah Gowa harus membayar ganti rugi sebesar 250.000 Rijksdaalders dalam 5 musim berturut-turut, baik dalam bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun permata.
30) Raja Makassar dan para bangsawannya, laksamana sebagai Wakil VOC, serta seluruh raja dan bangsawan yang termasuk dalam persekutuan ini harus bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk perjanjian ini.eninggal atau tidak dapat dikembalikan, harus dibayar dengan kompens Perjanjian Salatiga adalah perjanjian timbal balik antara Pangeran Sambernyawa dengan [[Sunan Paku Buwono III yang kemudian diikuti oleh VOC/Belanda dan Sultan Hamengku Buwono I menanda tanganinya.






PERJANJIAN SALAH TIGA
Di saat Pangeran Mangkubumi menempuh jalan perundingan damai dengan imbalan mendapat separuh bagian kekuasaan Mataram melaluiPerjanjian Giyanti dan menjadi Sultan Hamengkubuwana I, Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) tetap melancarkan perlawanan.Dengan keberhasilan VOC menarik Pangeran Mangkubumi kedalam kubunya maka perlawanan Pangeran Sambernyawa menjadi menghadapi Pangeran Mangkubumi,Sunan Paku Buwono III dan VOC.
Pangeran Sambernyawa tidak mau menyerah kepada salah dari ketiganya atau semuanya.Ketika VOC menyarankan untuk menyerah kepada salah satu antara dari dua penguasa (Surakarta, Yogyakarta)Pangeran Sambernyawa bahkan memberi tekanan kepada bertiga supaya Mataram dibagi menjadi tiga kekuasaan.VOC ingin keluar dari kesulitan untuk mengamankan kantong finansial dan menyelamatkan kehadirannya di Jawa, sementara peperangan tidak menghasilkan pemenang yang unggul atas empat kekuatan di Jawa.Gabungan tiga kekuatan ternyata belum mampu mengalahkan Pangeran Sambernyawasedang sebaliknya Pangeran Sambernyawa juga belum mampu mengalahkan ketiganya bersama sama. Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757 di Salatiga adalah solusi dari keadaan untuk mengakhiri peperangan di Jawa.Dengan berat hati Hamengku Buwono I dan Paku Buwono III melepaskan beberapa wilayahnya untuk Pangeran Sambernyawa.Ngawen di wilayah Yogyakarta dan sebagian Surakarta menjadi kekuasaan Pangeran Sambernyawa.
Sesudah Perjanjian Salatiga
Sunan Paku Buwono III wafat di tahun 1788 dan penggantinya adalah Sunan Paku Buwono IV, yang cakap dalam politik dan piawai dalam intrik dan intimidasi. Dua tahun setelah wafatnya Paku Buwono III, awal tahun 1790 Sunan Paku Buwono IV melancarkan strategi politik yang agresif dengan memulai memberi nama untuk saudaranya Arya mataram. Oleh Sunan Paku Buwono IV Arya Mataram dianugerahi namaPangeran Mangkubumi.
Pemberian nama “Mangkubumi” menimbulkan protes Sultan Hamengku Buwono I yang merasa kebakaran jenggot karena hak namaMangkubumi adalah miliknya sampai meninggal dunia.Sultan mengajukan protes kepada Kompeni yang ternyata tidak membuahkan hasil karena Sunan tetap pada pendirian tidak bakalan mencabut Nama Mangkubumi untuk saudaranya.
Jurus politik pertama Paku Buwono IV di lanjutkan dengan jurus keduanya yaitu menolak hak suksesi Putra Mahkota Kasultanan Yogyakarta.Suhu politik yang sudah memanas itu bertambah lagi dengan tuntutan Mangkunegara I yang melihat suatu peluang ada didepannya. Mangkunegara I menulis surat kepada Gubernur di Semarang Yan Greeve pada bulan Mei 1790 yang isinya Mangkunegara IMenagih janji Residen Surakarta Frederick Christoffeel van Straaldorf yang menjanjikan bahwa Jika Pangeran Mangkubumi yang menjadi Sultan Hamengku Buwono I wafat maka Mangkunegara I berhak menduduki tahta Kasultanan Yogyakarta.
VOC yang tidak ingin terseret kembali dalam pertikaian bersenjata menjadi panik dan mulai memeriksa situasi lapangan militernya dan ke tiga Kerajaan.Kompeni yang di wakili Yan Greeve menemui dengan perasaan kecewa ketika dilapangan menemukan fakta bahwaMangkunegoro I memiliki 1.400 orang pasukan bersenjata yang siaga.Dalam waktu yang yang singkat kekuatan 1.400 orang bersenjata dapat dilipatkan dengan memanggil pengikutnya menjadi 4.000 orang pasukan bersenjata.
Tuntutan Mangkunegoro I juga diikuti dengan tuntutan berikutnya yaitu dikembalikannya GKR Bendoro isterinya kepada Mangkunegara I.Jika tuntutan ini tidak dipenuhi sebagai gantinya Mangkunegara I menuntut 4.000 cacah dari Yogyakarta. Mangkunegara I mulai memobilisasi pasukannya dan pertempuran pertempuran kecil mulai terjadi. Wilayah Gunung Kidul menjadi medan pertempuran.dalam mobilisasi dan pertempuran ini G.R.M. Sulomo (calon Mangkunegara II sudah terlibat dan aktif dalam pertempuran).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar